Rabu, 05 Oktober 2011

Peran Orang Tua Dalam Perkembangan Anak

Oleh: Silvester Nusa  *)

Foto: Ibu Ignasia Gradiana Nona Tince sedang membimbing anaknya Keiza saat bermain.

Lingkungan pertama yang sangat dekat dengan kehidupan anak adalah rumah. Lingkungan rumah menjadi tempat tumbuh dan berkembang serta tempat belajar bagi anak. Seperti yang diungkapkan oleh Thomas Armstrong, anak memperoleh pengetahuan melalui pengalaman mereka dalam melihat, mendengar, merasakan dan merespon orang-orang dewasa di sekitarnya dengan tanpa sadar. Kualitas interaksi orang tua dan orang-orang sekitar akan sangat menentukan masa depan seorang anak.
J
ika perkembangan seorang anak manusia diibaratkan dengan membangun sebuah rumah, maka fondasi rumah sangat menentukan kekuatan dari tiang-tiang penopang rumah. Fondasi rumah adalah suatu keadaan di mana seorang anak masih berstatus usia dini. Usia dini biasa disebut dengan usia emas. Usia dini menurut definisi global adalah anak-anak usia 0 – 8 tahun. Namun, konsep ini direduksi oleh Pemerintah Indonesia menjadi usia 0 – 6 tahun. Anak usia dini adalah setiap anak mulai dari dalam kandungan atau rahim ibu hingga anak yang berusia 6 tahun. Pada masa usia dini, tingkat pertumbuhan dan perkembangan otak sangat pesat, miliaran sel otak akan saling berangkai satu sama lain bila orang tua memberikan stimulasi yang tepat guna menunjang perkembangan syaraf otak. Jika salah menstimulasi maka akan mempengaruhi perkembangan seorang anak selanjutnya. Karena itu, sejak anak masih berada dalam kandungan, orang tua sudah memiliki tanggung jawab terhadap anak. Seorang anak diibaratkan juga sebagai gelas kosong. Ia belum berisi apapun dan ia siap menerima segala sesuatu yang akan dituangkan kepadanya. Oleh karena itu, orang tualah yang memiliki peran besar untuk mendidik anak, yaitu, mulai dari yang sebelumnya belum tahu menjadi tahu. Jika sebelumnya anak belum bisa dihararapkan akan menjadi bisa.
Untuk mendorong anak menjadi bisa dari yang sebelumnya belum bisa, maka yang perlu diperhatikan adalah pendidikan anak harus dimulai sejak dini, karena usia dua tahun pertama bagi anak merupakan usia yang sangat menentukan. Menurut Amini, pada masa itu kepribadian anak belum terbentuk. Anak siap menerima segala macam bentuk pendidikan. Menurutnya, pada periode ini, seorang anak berada dalam pelukan kasih sayang ibu dan pengawasan ayah. Selain itu, pada masa ini, berbagai potensi yang dimiliki anak mulai berkembang di bawah pengaruh perilaku dan ucapan orang tuanya. Dengan kata lain, perkembangan potensi anak pada usia itu berada di bawah bimbingan orang tua. Seperti apa pendidikan yang diberikan orang tua pada anak di usia ini akan menentukan kepribadian anak di masa depan.

Hal yang harus selalu diingat ketika mendidik anak adalah pengertian bahwa mendidik seorang anak bukan merupakan pekerjaan yang menghabiskan waktu. Terkadang para orang tua yang memiliki kesibukan ekstra dalam hal pekerjaan akan merasa kesulitan. Tidak jarang orang tua merasa bahwa kegiatan mendidik dan membesarkan hanya menjadi penghambat rutinitas. Pengertian itu harus dihilangkan. Keluhan-keluhan dalam mendidik anak tidak akan terjadi jika orang tua mampu membuat kegiatan tersebut sebagai kegiatan yang menyenangkan.

Selanjutnya, Fauzia Azwin, menyatakan, antara orang tua dan anak perlu dibina suatu hubungan yang erat. Hubungan yang erat antara anak dan orang tua sangat dibutuhkan setiap anak untuk mengoptimalkan perkembangan cognitive modifiability, yaitu hubungan antara pengasuh (orang tua) dan anak dapat menjadi usaha untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak. Maksud dari mengoptimalkan perkembangan cognitive modifiablity dalah sebagai berikut; Pertama, memperhatikan seluruh perkembanganyang ada pada anak. Catatlah keunikan-keunikan dan aspek-aspek yang tidak sesuai dengan perkembangan anak pada umumnya. Selain itu, cermati juga perkembangannya secara umum, cara bicara, cara bertingkah, cara berpikir dan sebagainya. Kedua, mengamati hambatan yang dialami anak dalam perkembangannya. Ketiga, jangan segan untuk mendiskusikan masalah anak dengan orang yang lebih tua dan berpengalaman, yakni dengan guru atau pendamping anak anda di sekolah. Keempat, konsultasikan dengan pakar, dokter anak, atau orang yang terpercaya dan dianggap memahami persoalan anak.

Di dalam rumah, orang tua juga harus berperan sebagai model bagi anak. Pada usia dua dan tiga tahun, anak melakukan upaya-upaya peniruan tingkah laku. Peniruan tersebut dilakukan anak dengan melihat model yang ada di sekelilingnya. Orang tua yang merupakan orang terdekat bagi anak, merupakan contoh yang akan ditiru oleh anak. Dalam proses psikologis, peniruan ini disebut dengan identifikasi. Orang tua dapat menjadikan rumah sebagai tempat pembelajaran yang efektf. Selain dengan meniru perilaku orang tua, anak juga bisa memperoleh pembelajaran dari hal-hal lain. Orang tua dapat memberikan pelajaran hidup dengan cara menceritakan sesuatu pengalaman hidup yang bermanfaat pada anak. Orang tua juga dapat mengajak anak untuk menyelesaikan suatu kegiatan bersama-sama. Dengan adanya interaksi antara orang tua dengan anak, maka akan terjalin suatu hubungan harmonis di dalam keluarga. Sebisa mungkin, orang tua harus menciptakan iklim yang positif dan ramah. Dalam studi ilmiah yang diungkapkan Dr. Malak Jurjis, suasana rumah sangat berpengaruh terhadap gejolak emosional anak dan tingkah laku anak. Orang tua memiliki peranan besar dalam membentuk perasaan anak. Menurutnya, orang tua yang tempramental secara tidak langsung telah mendidik anak untuk mudah emosi dan bersikap sembrono. Sementara itu, orang tua yang berjiwa tenang akan mampu mengajari anak menghadapi hidup dengan indah tanpa emosi yang berlebihan. Lebih lanjut, Dr. Malak Jurjis, menyatakan, bahwa gejolak emosional anak merupakan perilaku yang didapat atau dipelajari dari orang tuanya. Semua gejolak emosional anak menunjukan bahwa mereka merupakan korban perlakuan orang tua dan pengaruh tempat mereka tumbuh.

Belajar Sejak Dini
Periode usia balita, merupakan masa yang sangat menentukan bagi pembentukan kecerdasan anak. Masa usia ini biasa disebut dengan istilah golden years period atau golden age yang artinya usia emas. Orang tua diharapkan dapat memanfaatkan masa usia ini dengan sebaik-baiknya. Yaitu, dengan cara membantu perkembangan seluruh potensi yang dimiliki anak. Belajar pada usia dini dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Mengingat usia anak masih dini, maka kegiatan belajar pada usia ini sebaiknya dilakukan melalui permainan. Hal itu tidak terlepas dari segi keamanan dan kenyamanan anak. Selain itu, belajar sejak dini, jiga bisa dilakukan dengan cara menceritakan segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Tema cerita dibuat sesederhana mungkin agar anak lebih mudah memahami. Di sela-sela cerita, biarkan anak mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang menarik perhatiannya. Tanya jawab antara anak dengan orang tua merupakan sebuah interaksi yang sangat baik bagi perkembangan anak.

Belajar sejak dini juga bisa dilakukan dengan cara membuat hasil karya sederhana. Jika anak mampu menyelesaikan hasil karyanya, hendaknya orang tua memberikan apresiasi. Hal itu akan menumbuhkan rasa percaya diri anak. Di samping itu, yang perlu diperhatikan adalah perlunya menstimulasi rangsangan sejak dini. Dalam hal menstimulasi, orang tua harus menyadari perannya sebagai pendidik. Sebagai pendidik, orang tua didorong untuk mengembangkan kemampuan bayinya untuk berbicara. Hal ini membutuhkan cara dan pendekatan tersendiri karena tidak semua orang tua bisa mengetahui cara pengasuhan yang baik yang diberikan kepada anaknya. Untuk mendorong setiap orang tua menyadari perannya tersebut maka sangat penting dilakukan pendidikan keorangtuaan atau yang biasa disebut dengan Pendidikan Pengasuhan sebagaimana yang akhir-akhir ini dilakukan oleh Plan Indonesia Unit Sikka di 40 Posyandu yang tersebar di 13 desa plot Kabupaten Sikka sejak bulan April 2011 lalu. Melalui Pendidikan Pengasuhan atau Parenting ini, sebanyak 30 orang tua bayi balita di setiap posyandu melakukan diskusi atau sharing pengalaman bagaimana mengasuh anak sejak dalam kandungan hingga berusia 6 tahun bahkan hingga 18 tahun. Karena kualitas atau mutu anak sangat ditentukan oleh seberapa besar kwalitas pengasuhan di rumah. Melalui Program Parenting ini, orang tua bayi balita usia 0 – 6 tahun saling berdiskusi tentang pola asuh yang bisa mendukung anak untuk sukses di sekolah dan kehidupan selanjutnya karena pada dasarnya anak adalah anugerah dari sang pencipta. Orang tua yang melahirkan anak harus bertangung jawab terutama dalam soal mendidiknya, baik ayah sebagai kepala keluarga maupun ibu sebagai pengurus rumah tangga. Keikutsertaan orang tua dalam mendidik anak merupakan awal keberhasilan orang tua dalam keluarganya apabila sang anak menuruti perintah orang tuanya terlebih lagi sang anak menjalani didikan sesuai dengan perintah agama dan adat.

Pendidikan Moral
Kita perlu mengetahui bahwa bobroknya moral seorang anak dan remaja bisa diakibatkan salah satu kesalahan dari orangtuanya seperti dalam hal mendidik anak terlalu keras. keluarga yang sedang bermasalah (broken home). Hal tersebut dapat membuat anak menjadi orang yang temperamental. Kebanyakan dari orang tua tidak memikirkan hal ini, mereka berasumsi jika mereka menjalani hidup sebagaimana yang sedang mereka jalani, peran pengasuhan akan terus dengan sendirinya.

Dalam era modernisasi sekarang ini, peran penting orang tua sangat dibutuhkan. Berkenaan dengan perkembangan kecanggihan teknologi. Sesuatu yang tidak dapat dihindari bahwa teknologi berkembang dengan pesat sehingga penggunaannya banyak digunakan tidak semestinya, Teknologi IT yang paling sering digunakan para anak muda sekarang adalah akses internet yang mudah ditemui, padahal pemerintah sudah mengeluarkan undang-undang anti pornoaksi dan pornografi tapi masih saja mereka kerap mengakses konten yang berbau negatif. Yang jelas dapat merusak moral sang anak. Teknologi canggih yang semestinya diciptakan untuk menambah wawasan malah berakibat pada moral yang jelek.

Pergaulan merupakan interaksi antara beberapa orang baik berupa kekeluargaan, organisasi, ataupun masyarakat. Melalui pergaulan kita akan berkembang karena jadi tahu tentang tata cara bergaul. Sehingga menjadikan individu yang bersosial karena pada dasarnya manusia memang makhluk sosial. Namun pergaulan di era modernisasi ini telah banyak disalah artikan terutama di kalangan anak muda. Sekarang kata-kata pergaulan bebas sudah tidak asing lagi didengar oleh siapapun dan jelas termasuk dalam kategori pergaulan yang negati.

Pergaulan yang negatif adalah salah satu dari sekian banyak penyebab kehancuran sang anak. Saat ini dapat kita lihat banyaknya sistem pergaulan kawula muda yang mengadopsi gaya ala barat (westernisasi) dimana etika pergaulan ketimuran telah pupus, mungkin anda pernah atau bahkan sering mendengar kata-kata MBA (married by accident). MBA tampaknya sudah menjadi tren di kalangan remaja dimana melakukan hubungan seks sebelum menikah banyak dilakukan pada saat pacaran. Anak-anak muda sudah menganggap tradisi ini hal yang biasa dilakukan pada saat pacaran bahkan ada yang tidak segan-segan untuk merekam adegan mesum tersebut untuk disebarkan dan ditonton di khalayak ramai. Apakah ini bukan kehancuran bagi sang anak?. Jawabannya tentu saja iya.

Satu lagi permasalahan yang sering ditakuti oleh orang tua yaitu narkoba, sudah jelas barang haram ini dikategorikan sebagai barang berbahaya dan terlarang yang bisa merusak generasi muda. Narkoba menjadi jurang kehancuran bagi sang anak. Ironisnya memakai barang haram ini juga sudah menjadi tren remaja sekarang dengan anggapan bila mengkonsumsi barang ini akan menjadi senang atau yang dikenal dengan bahasa gaulnya (fly). Padahal sudah jelas menurut kesehatan mengkonsumsi barang-barang sejenis narkoba sangat merusak kesehatan terutama pada sistem syaraf apalagi dengan mengkonsumsi barang ini akan membuat ketagihan dan ketergantungan, ini sungguh menakutka.

Apakah kita sebagai orang tua ingin melihat anak hancur masa depannya karena kesalahan yang tidak semestinya terjadi?
Di sinilah peran penting orang tua dalam mengontrol dan mengawasi sang buah hati. Menjadi orang tua bukan soal siapa kita, tetapi apa yang dilakukan. Pengasuhan tidak hanya mencakup tindakan tetapi mencakup pula apa yang kita kehendaki agar sang buah hati kita mengerti akan hidup. Apa artinya hidup dan bagaimana menjalani kehidupan ini dengan baik.

Semua pasti ingin menghendaki hal yang terbaik untuk anak-anaknya. Orang tua ingin mendisiplinkan, mendorong, dan menasihati agar mereka berhasil menjalani kehidupan sedari kanak-kanak hingga sampai dewasa. Orang tua harus menjadi yang terbaik dalam hal apapun. Banyak orang tua ingin mendorong anaknya untuk melakukan hal yang terbaik dalam kehidupannya. Termasuk ingin membuat buah hatinya untuk bebas mengeluarkan dan menggali bakat dan minat yang dimiliki sang anak.

Hal yang semestinya dipahami adalah banyak anak mengalami kesulitan untuk membedakan antara menerima atau menolak tindakan atas apa yang mereka lakukan. Misalnya saja penerimaan orang tua terhadap prestasi yang dimiliki atau dicapai anak bisa dianggap anak sebagai rasa cinta orangtua kepadanya,tetapi penolakan yang dilakukan orang tua terhadap tindakan yang dilakukan anak membuat anak beranggapan mereka tidak dicintai dan disayangi lagi. Setiap anak perlu tahu kalau mereka disayangi dan dicintai orang tua dengan sepenuh hati, meskipun sebaliknya, setiap orang tua harus mencintai dan menyayangi sang buah hati tanpa syarat apapun, baik buruknya sifat maupun sikap yang dimiliki sang buah hati, mereka harus menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh anak.
 
Semua anak ingin diperhatikan kedua orang tuanya. Pernyatan ini sangat sederhana bagi kita semua, tetapi sifatnya fundamental bagi kedua orang dalam mengasuh buah hati mereka. Karenanya dalam pola pengasuhan sebaiknya setiap orang tua tidak boleh membedakan anak satu sama lain.

Kita juga tidak semestinya membedakan buah hati mereka, baik dalam mendidik maupun memberikan perhatian kepada sang anak. Harus ada rasa keadilan, tidak boleh pilih kasih, karena akan menimbulkan kecemburuan diantara anak. Yang ditakutkan nanti akan membuat anak menjadi rusak, bahkan berpikir kalau mereka tidak disayangi lagi, bahkan ada anak yang beranggapan kalau mereka itu bukan anak dari orang tua mereka sendiri, karena selalu dibeda-bedakan dengan yang lainnya.

Orang tua tidak seharusnya memperlihatkan emosi yang negatif kepada anak-ananya. Ketidakmampuan setiap orang tua dalam mengontrol emosi membuat anak menjadi temperamental dan mempunyai sifat maupun sikap yang buruk yaitu mudah emosional. Akibatnya orang tua yang demikian tidak bisa menjadi model atau peran yang baik untuk anak-anaknya dalam mengontrol anak dan mengasuh buah hatinya. Tujuan orang tua sebenarnya untuk mengkomunikasikan kepada buah hatinya bahwa mereka memiliki hak untuk merasakan apapun yang mereka rasakan, Mengajari sang buah hati untuk menghargai dan menikmati setiap saat dalam kehidupan sehingga mampu memberi motivasi kepada anak dalam mencegah serta menghadapi masalah yang mereka hadapi kedepan.

Terkadang orang tua sering lupa untuk berinteraksi dengan anak- anaknya. Ada diantara mereka yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada melakukan hal itu. Bagi mereka hal itu tidak perlu dilakukan. Mereka beranggapan bahwa materi yang dibutuhkan anak, Padahal seorang anak tidak hanya membutuhkan materi namun juga perhatian dan interaksi dengan orangtuanya. Mereka membutuhkan komunikasi dengan orang tuanya, mereka juga ingin bertukar pikiran dengan orang tuanya. Mereka ingin menceritakan pegalaman apa yang mereka rasakan sehari-hari baik itu pangalaman yang baik maupun pengalaman yang buruk.

Nah, sekarang untuk lebih memahami tentang siapakah anak, mari kita merenungi puisi yang ditulis oleh Dorothy berikut ini; Jika anak hidup dengan kritikan,ia akan belajar untuk mengutuk. Jika anak hidup dengan kekerasan, ia akan belajar untuk melawan. Jika anak hidup dengan ejekan, ia akan belajar untuk menjadi pemalu. Jika anak hidup dengan dipermalukan, ia akan belajar merasa bersalah .Jika anak hidup dengan toleransi, ia akan belajar bersabar. Jika anak hidup dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri. Jika anak hidup dengan pujian, ia akan belajar untuk menghargai. Jika anak hidup dengan tindakan yang jujur, ia akan belajar tentang keadilan. Jika anak hidup dengan rasa aman, ia akan belajar untuk mempercayai. Jika anak hidup dengan persetujuan, ia akan belajar untuk menghargai dirinya. Jika anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, ia akan belajar untuk menemukan cinta di muka bumi ini.

Anak-anak usia dini adalah peniru yang luarbiasa…. Apapun yang mereka lihat, yang mereka dengar dan mereka rasakan akan terekam kuat di kepala mereka.  Mereka selalu berusaha untuk mengulang kembali pengalaman yang mereka alami. Dibalik wajah polos dan lugu mereka, tersimpan banyak sekali potensi untuk berkembang menjadi orang yang baik dan juga potensi untuk berkembang menjadi orang yang jahat.  Guru PAUD adalah salah satu peran yang sangat penting dalam masa-masa awal hidup seorang anak, seberapa kuat pembentukan karakter dan kepribadian yang bisa dilakukan oleh Guru PAUD akan menjadi landasan untuk perkembangan anak selanjutnya baik di sekolah maupun di kehidupannya. (***)

*)> Penulis aktifis Perlindungan Anak tinggal di Maumere, Flores.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar