“…Berikan kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”. Lukas 20:25
RASANYA tepat, kalimat itu dijadikan bahan permenungan, kalau bicara soal tanah Hak Guna Bangun (HGB) atau lebih dikenal eks Hak Guna Usaha (HGU) Misi di Kabupaten Sikka. Atas pertimbangan ada karyawan Misi yang telah mengabdikan diri selama puluhan tahun di Misi, pemerintah memberikan 40 persen dari 237 hektar tanah eks HGU Misi kepada Dioses Agung Ende.
Sebanyak 123 dari 237 eks karyawan Misi sudah dapat jatah tanah itu. Sisanya sebanyak 107 belum mendapatkan apa yang menjadi haknya. Anehnya, pihak Keuskupan Agung Ende, secara tegas menyatakan bahwa masalah tanah eks HGU Misi dengan Keuskupan di Kabupaten Sikka sudah selesai dan final. Tidak ada yang perlu dipersoalkan lagi.
“Berulang kali, Kelompok 70 bertemu dengan Keuskupan Agung di Ende, maupun di Maumere. Bahkan Pemkab Sikka dan DPRD Sikka. Tapi, tidak jelas. Kami pernah bertemu Uskup Agung Ende Alm. Longginus da Cunha di Ndona, Ende, tapi Uskup mengatakan sudah final. Malah, baru-baru ini, Dengar Pendapat dengan DPRD Sikka, dari Keuskupan juga tidak datang,” kata Cosmas Delius, Koordinator Kelompok 70, ketika ditemui Flores File dikediamannya, Senin (13/6/2011).
Berbagai pertanyaan dikalangan masyarakat kemudian muncul kepermukaan. Aroma tak sedap pun bertebaran. Apakah tanah tersebut sudah dibagikan kepada semua orang yang bukan merupakan bekas karyawan Misi, sehingga masih ada yang belum mendapatkan jatah itu. Atau memang tanah itu sudah dijual oleh oknum-oknum tertentu?. Beragam pertanyaan itu, belum bisa dijawab. Dan belum bisa pula membuat hati 107 bekas karyawan Misi dan masyarakat Kabupaten Sikka merasa puas.
Lebih aneh lagi, 60 persen dari 237 hektar tanah eks HGU Misi yang menjadi milik Pemkab Sikka, dibagikan kepada pejabat dan mantan pejabat. Tanah yang diberikan secara cuma-cuma itu, juga diduga kuat telah diperjual – belikan layaknya hasil keringat dan jerih payahnya. Sungguh memprihatinkan. Tapi ini kenyataan.
Sebuah forum masyarakat yang menamakan diri Forum Peduli Keadilan dan Damai (FPKD) Kabupaten Sikka, pimpinan Servus Baru, berulangkali mempertanyakan hal itu. Mengapa tanah aset daerah Kabupaten Sikka itu dibagikan kepada para pejabat dan mantan pejabat? Bahkan, sudah ada yang diperjual-belikan kepada pihak lain.
“Semua telah diatur, bahwa aset daerah tidak dibagikan kepada siapa saja. Tapi untuk kepentingan umum. Saya heran, aset daerah dibagikan dan parahnya lagi diperjual-belikan. Di atas tanah itu, dibangun toko, kios, tempat jual beli hasil komoditi, dan gudang milik pengusaha di Kabupaten Sikka,” kata Servus Baru.
Tidak hanya itu, Cosmas Delius dan Servus Baru juga mempertanyakan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHU) atas tanah eks HGU Misi. Bukankah, berdasarkan aturan perundang-undangan penerbitan sertifikat harus disertai dengan bukti otentik kepemilikan tanah. Dan yang terpenting adalah sejarah asal usul tanah yang hendak disertifikatkan pemilik.
“Ini sebuah pembohongan. Sertifikat yang diterbitkan untuk tanah eks HGU Misi fiktif. Apa alasannya, BPN Sikka menerbitkan sertifikat tanah eks HGU kepada para pejabat dan mantan pejabat di Kabupaten Sikka?,” tegas Servus Baru.
Anehnya, ruang dialog formal, antara Kelompok 70 dengan Keuskupan, Pemkab Sikka dan DPRD Sikka, nyaris hanyalah bumbu penyedap rasa. Tenaga, keringat dan nyawa sekalipun, yang dipertaruhkan demi membesarkan dan mengharumkan nama Misi oleh bekas kanyawan Misi, nyaris tak ada nilainya.
Ruang dialog formal antara FPKD Sikka dengan Pemkab Sikka dan DPRD Sikka, juga nyaris hanyalah isapan jempol belaka. Pemkab Sikka dan DPRD Sikka berdalil, masalah tanah eks HGU Misi sudah selesai. Dan sudah final. Hal ini dapat ditarik dari pernyataan Rafael Raga, Ketua DPRD Sikka, ketika diwawancarai Flores File diruang kerjanya.
“Masalah tanah eks HGU Misi sudah selesai dan sudah final. Artinya sudah selesai dan tidak perlu dibicarakan lagi. Tanah eks HGU Misi milik pemerintah telah dipergunakan untuk kepentingan umum,” kata Rafael Raga (Flores File Edisi 36/III Minggu 1-Januari 2010).
Tidak hanya Rafael Raga, Ketua Komisi A DPRD Sikka, Yohanes Wilhelmus Pega, juga berpendapat sama. Welly Pega, begitu politisi muda PDI Perjuangn ini biasa dipanggil, mengatakan, Komisi A DPRD Sikka, telah berulangkali memfasilitasi pertemuan, baik Kelompok 70, maupun FPKD Sikka dengan Keuskupan dan Pemkab Sikka.
“Dari berbagai fasilitasi yang dilakukan Komisi A, disarankan agar permasalahan ini diselesaikan secara hukum oleh kedua pihak. Baik antar Keuskupan dengan Kelompok 70 maupun antara FPKD dengan Pemkab Sikka. Nanum, sampai sekarang belum dilakukan,” kata Welly, kepada Flores File, Selasa (14/6/2011), di Gedung Komisi DPRD Sikka.
Meski begitu, dari sisi keadilan, Welly juga menyayangkan pembagian tanah eks HGU Misi kepada pejabat dan mantan pejabat. “Kita menyayangkan pembagian kepada orang perorangan. Mestinya ini tidak perlu terjadi. Sekarang yang harus dikawal adalah menjaga agar pembagian tanah eks HGU Misi kepada perorangan dihentikan. Sebaliknya, tanah itu disiapkan untuk kepentingan umum, kepada lembaga pemerintah atau swasta yang mengurus kepentingan umum,” katanya.
Sejarah Singkat Tanah
Data yang dihimpun Flores File, menyebutkan, tanah eks HGU Misi mulanya adalah tanah konvensi hak barat (Erftpact) dengan pemegang hak guna usaha dahulunya Misio Sunda Kecil dan terakhir Dioses Agung Ende. Pada tahun 1980, masa kontrak berakhir dan tanah tersebut diserahkan kembali kepada negara pada tanggal 24 September 1980.
Sebelum masa kontrak berakhir, pada tahun 1979, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979, tentang Pokok Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konvensi Hak-Hak Barat. Pemegang hak Dioses Agung Ende mengajuhkan surat tertanggal 3 Desember 1979, perihal Rencana dan Laporan Penggunaan Tanah Asal Konvensi Hak Barat kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Surat itu mendapat persetujuan sepenuhnya dari Mendagri, melalui Direktur Jenderal Agraria surat No: BTU 7/423/7.81, tertanggal 21 Juli 1981, perihal perubahan peruntukan/penggunaan tanah asal konvensi hak barat. Persetujuan Mendagri juga dikeluarkan melalui Surat Keputusan No.:SK.239/HP/DA/82, tertanggal 18 Desember 1982.
Tanah eks HGU Misi diberikan kepada Dioses Agung Ende seluas 20,3 hektar, dibagi menjadi delapan bagian. Masing-masing, disebutkan, bangunan – bangunan untuk keperluan Kesusteran, gedung Gereja, pekuburan umat Katolik, kompleks rumah Biara, gedung Paroki, perumahan karyawan Keuskupan Agung, persekolahan dan pengolahan kopra.
Sebagian diperuntukkan bagi keperluan Pemda berupa Kompleks SD Inpres, SMA Negeri, Kantor Agraria, Kantor Agama, Balai Nikah dan Perencanaan Tata Kota.
Informasi yang dihimpun Flores File, juga disebutkan, awal mula adanya kebijakan Pemkab Sikka membagikan tanah eks HGU Misi kepada mantan pejabat dan pejabat adalah pada tahun 1990-an, dimasa kepemimpinan Bupati Sikka Alm. Drs. AM. Konterius.
Bupati Konterius melalui kebijakannya membagikan tanah eks HGU Misi kepada para pejabat dan mantan pejabat. Kebijakan ini berlanjut pada masa kepemimpinan Bupati Sikka Drs. Alexander Idong, Bupati Drs. Paulus Moa dan Bupati Drs. Alexander Longginus.
Nah, sekarang di atas tanah eks HGU Misi milik Pemkab Sikka itu, telah dibangun rumah mewah dan megah milik para pejabat dan mantan pejabat. Ibarat kawasan mewah Pondok Indah, Jakarta-bangunan rumahnya bernilai ratusan juta, bahkan milyaran rupiah.
Tidak Tercatat Aset Daerah
Sungguh ironis. Tanah eks HGU Misi milik Pemkab Sikka tidak tercatat sebagai aset daerah di Kantor Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Sikka. Padahal, mengenai pengelolaan barang daerah diatur secara jelas dan tegas dalam Peraturan Daerah (Perda). Perda yang kini berlaku adalah Perda No. 26 Tahun 2007.
Selama dua hari, Flores File, mendatangi Kantor DPPKAD Sikka hendak mengkonfirmasi terkait aset daerah tersebut, namun pimpinan dan Kepala Bagian Aset tidak berada ditempat. Baru, pada Kamis (16/6/2011), ditemui di DPRD Sikka, Kepala Bagian Aset DPPKAD Sikka, Anselmus Moa, SE., MSi., mengatakan, aset daerah tanah eks HGU Misi tidak tercatat di Bagian Aset DPPKAD Sikka.
Tidak sampai disitu, Flores File, melakukan penelusuran di Bagian Pemerintahan Setda Sikka. Kepala Bagian Pemerintah Setda Sikka, Martha Hubert Pega, mengatakan, Bagian Pemerintah, tugasnya hanya mengurus pengadaan tanah dan pengurusan sertifikat tanah - tanah miliki daerah yang belum disertifikat. Martha menyarankan, agar konfirmasi ke Sekretaris Daerah (Sekda). Sekda punya kewenangan dan kapasitas untuk memberi keterangan terkait tanah eks HGU Misi.
Dari penelusuruan Flores File, sebagian besar lahan eks HGU Misi seluas 237 hektar itu telah berdiri bangunan megah - mewah, bangunan gudang dan toko - toko. Intinya, seluruh tanah eks HGU Misi sudah ada pemiliknya. Dan parahnya, tanah eks HGU Misi milik Pemkab Sikka yang tersebar di sekitar Jalan Litbang dan Jalan Wairklau, ramai-ramai “dikapling” pejabat dan mantan pejabat di Kabupaten Sikka. ***
Ditulis oleh wentho eliando