foto: Warga Koja Gulo sedang mengambil air dari batang pisang. Foto diambil pada Kamis, 1 September 2011.
“Kalau lapar itu kita masih bisa tahan pak, tapi kalau haus mana tahan? Terpaksa air kotor pun kita minum, “ungkap ibu Antonia Angge Lusia.
IBU Antonia Angge Lusia merupakan salah satu dari sekian ibu rumah tangga di Desa Teka Iku, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka yang saat ini sangat kesulitan mendapatkan air minum bersih. Jika dalam dua pekan ke depan, pemerintah tidak segera menyuplai air minum, maka puluhan warga bakalan meregang nyawa sia-sia lantaran tidak minum air. Ibu Antonia dan warga lainnya saat ini terpaksa minum air pisang dan air yang bersumber dari Pohon Arat. Air keruh rasa sepat yang jauh dari standar higienis itu menjadi pilihannya sekedar untuk mempertahankan hidup. Tetangganya yakni ibu Feliksia Nona Fin juga melakukan hal yang sama. Pada setiap sore, keduanya mengorek pangkal pisang yang sudah ditebang. Pangkal pisang dikorek membentuk sebuah lubang. Lubang itu kemudian ditutup dengan daun pisang. Pada keesokan harinya, di lubang itu terdapat genangan air yang muncul dari akar pisang. Kedua ibu ini pun mencedoknya dengan menggunakan tempurung atau peralatan seadanya. Air inilah yang diminum seluruh anggota keluarga setiap hari. Tentu saja, air ini hanya bisa untuk minum, sedangkan untuk mandi tidak mencukupi.
“Bagaimana dengan mandi bu, apakah air pisang ini cukup untuk mandi maupun cuci? Ibu Feliksia maupun Antonia hanya bisa menggelengkan kepala. Itu artinya banyak warga di desa ini yang kesulitan mandi karena ketiadaan air bersih.
Ibu Antonia kepada media ini, Selasa (30/8) lalu, menuturkan, untuk bisa mencukupi kebutuhan dapur atau makan minum setiap harinya, setiap rumah harus mengorek pangkal batang pisang minimal 15 – 20 pohon. Jumlah ini sudah bisa menghidupi keluarga dari ancaman bahaya kelaparan. Sementara ibu Feliksia yang ditemui usai mengikuti kegiatan kelas pengasuhan anak (KPA) atau kelas parenting di Posyandu Dahlia Hubin Natar, mengatakan, pihaknya terpaksa meminum air pisang oleh karena mobil tangkai air milik swasta yang biasa menyuplai air ke warga sudah tidak pernah datang lagi. Namun, kata Feliksia, air yang bersumber dari pangkal pisang tersebut hanya bisa bertahan satu sampai dua minggu saja. Apabila pangkal pisang sudah membusuk maka akan muncul ulat dan air sudah tidak bisa digunakan lagi.
Ketua Kader Posyandu Dahlia Hubin Natar yang juga Ketua BPD Desa Teka Iku, Maria Erminolda juga membenarkannya. Ketua BPD ini, mengatakan, selain pohon pisang, warga juga mengkonsumsi air yang bersumber dari Pohon Arat. Caranya adalah semua ranting pohon arat harus dibersihkan. Jika semua cabang dan dahan dibersihkan, maka pada bagian pangkal pohon akan muncul air dari akar-akar Pohon Arat. Air inilah yang digunakan warga untuk konsumsi setiap hari.
Di bagian lain, ibu Sabina Suangse, warga Dusun Wolomude, mengatakan, pihaknya sangat kesulitan mendapatkan air bersih. Ini terjadi karena mobil tangki milik swasta yang biasa menyuplai air sudah tidak mau ke Wolomude dengan alasan kondisi jalan yang rusak.
“Kami sudah pergi menghubungi para pengusaha mobil tangki air tapi mereka tidak mau. Kita mau beli dengan harga empat ratus ribu pun mereka tidak mau. Pemilik mobil larang sopirnya agar tidak boleh ke Wolomude. Jadi kami kesulitan air bersih saat ini, “ujar Sabina Suangse.
Warga Wolomude ini menambahkan, akibat ketiadaan air bersih, pihaknya terpaksa membeli air. Untuk satu jerigen ukuran lima liter dibeli dengan harga Rp. 2.500,- Air dibeli dari tetangga yang pada bak penampung air hujan masih tersedia. Kesulitan ini juga sudah diutarakan ke para wakil rakyat dan para pejabat daerah tetapi jawabannya adalah akan diupayakan.
Masalah kekurangan air juga dikeluhkan Guru Kelas 1 SDK Wolomude, Theresia Oliva. Ia mengaku banyak anak didiknya tidak ke sekola sejak tanggal 22 Agustus 2011 lalu.
“Anak-anak tidak ke sekolah karena air tidak ada pak, “ujarnya.
Senada dengan Oliva, dua pengasuh PAUD Teka Iku II Wolomude yakni Maria Veneranda dan Yosefina Anastasia Fabiana juga mengatakan yang sama. Keduanya mengaku sebanyak 14 anak PAUD sejak Sabtu (27/8) lalu tidak datang mengikuti kegiatan di Pusat PAUD sebagai akibat ketiadaan air.
Kepala Desa Teka Iku, Laurentius Vensi, yang ditemui juga membenarkannya. Ia menagatakan, saat ini warga desanya sangat kesulitan mendapatkan air minum. Ia berharap pihak pemerinta daerah melalui dinas terkait dapat mendengarkan keluhan ini dan bisa melindungi warga dari ancaman kematian karena kekurangan air.
“Saya sudah hubungi semua pengusaha mobil tangki tapi mereka tidak mau karena kondisi jalan yang rusak, “ujarnya.
Jika kondisi jalan yang menjadi hambatan, maka saran Kepala Desa Teka Iku kepada pemerintah adalah perlu menurunkan alat berat untuk membersihkan jalan. Melebarkan dan memadatinya agar bisa dilalui mobil tangki. Menurutnya, hanya satu titik saja yang kondisinya memang sedikit mengkhawatirkan para sopir. Ia menambahkan, saat ini juga sedang dilakukan pengerjaan jalan di ruas Watuliwung menuju Hubin Natar. Kontraktor sudah menurunkan pasir sepanjang jalan. Kondisi ini juga menghambat mobil tangki untuk masuk menyuplai air bagi warga. Ia berharap kontraktor yang mengerjalan jalan bisa secepatnya meratakan tumpukan pasir agar mobil tangki bisa masuk ke desanya.
Tanggung Jawab Pemda
Silvester Nusa, salah seorang Fasilitator ECCD (Early Childhood Care and Development Project) atau fasilitator program pengembangan dan pengasuhan anak usia dini dari Plan Indonesia Unit Sikka, yang ditemui di Koja Gulo Desa Teka Iku, meminta pemerntah daerah atau Pemda Sikka agar segera turun tangan.
“Jika semua stakeholder seperti pengusaha swasta sudah enggan menyuplai air maka harapan terakhir adalah Pemda Sikka. Dalam situasi seperti ini, negara melalui Pemda berkewajiban melindungi rakyatnya dari ancaman kematian karena ketiadaan air minum, “ujarnya.
Silvester Nusa mengaku, pihaknya hanya bisa membantu pemerintah dalam hal pembangunan kapasitas masyarakat. Masyarakat dimampukan untuk menyadari tentang hak-haknya sebagai warga negara terlebih bagaimana upaya untuk pemenuhan kebutuhan atau hak-hak anak. Selama ini, Plan Indonesia, menurutnya, sudah membantu pemerintah dengan pembangunan sejumlah bak penampung air hujan atau Bak PAH di sejumlah dusun. Jika Plan sudah membangun Bak PAH maka tugas pemerintah adalah bagaimana Bak PAH warga itu diisi dengan air minum.
“Kita berharap kemelut ini segera berakhir. Jangan sampai anak-anak menjadi korban karea pemangku kewajibannya lalai memenuhi hak-hak anak. Anak itu punya hak dasar yakni hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi dalam masyarakat. Jika pemerintah lalai melaksanakan tugasnya memenuhi hak anak tersebut maka secara langsung atau tidak langsung negara telah melanggar hak-hak anak tersebut, “ujarnya.
Ditulis oleh Chelsy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar